Sabtu, 31 Maret 2012

Cara Memutar/Membalik Lokomotif

Mengapa lokomotif harus dibalik/diputar? Sebenarnya, lokomotif itu bisa berjalan maju/mundur. Bisa dengan posisi Longhood (LH) / Shorthood (SH)


Posisi LH


(sumber:http://ardiantono.wordpress.com/2010/09/19/membalik-lokomotif/)


Posisi SH


(sumber:http://www.railpictures.net/images/d1/0/7/6/4076.1123802460.jpg)


Alasannya adalah yaitu mencegah keausan pada satu sisi roda karna mengalami beban pada saat membelok. Kita ibaratkan dengan foto diatas, kita ambil yang Long Hood ya (LH). Jika loko berjalan dengan posisi LH dan banyak mendapati tikungan tajam ( dan misalkan bnyak tikungan ke kanan ) jelas Roda dan As sebelah kananya lebih berat menahan beban bukan ( sama halnya mungkin dengan mobil ). Nah jika dia kembali ke jalur yang sama tapi dengan keadaan loko tidak dibalik ( alias berjalan mundur / menjadi Short Hood ) maka bagian as dan roda sebelah kanan lagi yang akan sering menerima beban. Maka dari itu harus dibalik agar keausan pada roda merata.


Alasan lain yg menjadikan kenapa posisi Lok berkabin tunggal sering dibalik tidak lain karena pandangan masinis lebih luas ketika Lok berkabin tunggal berjalan dengan posisi Short Hood Berbeda halnya jika Lok berjalan dengan posisi Long Hood, pandangan masinis menjadi sangat terbatas karena sebagian besar terhalang oleh mesin Lok itu sendiri Apalagi kalo Gerbong kereta yg ditarik notabene Kereta Jarak jauh, misal Jakarta-Malang.


Ada beberapa cara memutar/membalik lokomotif:

1. Dengan Turntable

(sumber:http://ardiantono.files.wordpress.com/2010/09/turntable.jpg?w=300&h=225)

Turntable kalau dalam bahasa Indonesia berarti meja pemutar. Cara yang paling mudah karena hanya memerlukan lahan yang sedikit. Caranya, lokomotif ditempatkan pas ditengah-tengah (tujuannya agar ringan), kemudian diputar manual dengan tenaga manusia (sekitar 2-4 orang). Dipo Jatinegara punya ini.

2. Dengan Segitiga Pembalik


(sumber:http://ardiantono.files.wordpress.com/2010/09/turninga-triangle.jpg?w=300&h=215)

Yang ini agak rumit, karena memerlukan banyak lahan. Berbentuk segitiga dan lokonya harus berjalan dari sisi sebelah kiri (difoto) lalu berbelok ke kiri ( menuju ke atas ) terus kembali dan berbelok ke kiri ( menuju sebelah kanan ) dan baru kembali ke awal (sisi kiri foto). Stasiun Solo Balapan dan Semarang Poncol yang kebetulan memiliki Dipo Lokomotif memliki ini.

3. Dengan Balloon Loop


(sumber:http://ardiantono.files.wordpress.com/2010/09/balloon-loop.jpg)

Bentuknya berbentuk setengah lingkaran, juga agak rumit. Karena lintasannya panjang, Balloon Loop mampu memutar lebih satu lokomotif bahkan satu rangkaian KA. Terdapat di Sidotopo, Jakarta (muter Jatinegara-Pasar Senen), & Sta. Banyuwangi Baru.


sumber:
railpictures.net

Jumat, 23 Maret 2012

Stasiun-stasiun Tua di Jakarta

1. Stasiun Jakarta Kota





Stasiun Jakarta Kota (kode:JAKK) merupakan stasiun yang berusia tua yang ditetakan sebagai cagar budaya. Stasiun ini merupakaan stasiun bertipe terminus (perjalanan akhir) yang tidak memiliki kelanjutan jalur. Stasiun ini juga dikenal sebagai nama Beos.
Sebenarnya ada nama lain dari Stasiun Jakarta Kota, yakni Batavia Zuid (Batavia Selatan). Akhir abad ke-19, Batavia sudah memiliki lebih dari dua stasiun. Satunya adalah Stasiun Batavia Nord (letaknya di selatan Museum Sejarah Jakarta sekarang), yang awalnya milik Nederlandsch-Indische Spoorweg dan kemudian dijual kepada Staatsspoorwegen tahun 1913. Batavia Zuid dibangun tahun 1870 dan ditutup tahun 1926. Sekitar 200 m dari Batavia Zuid, dibangunlah Stasiun Jakarta Kota yang sekarang. Selesai dibangun pada 19 Agustus 1929 dan secara resmi digunakan pada 8 Oktober 1929, dengan peresmian besar-besaran oleh Gubernur Jendral jhr. A.C.D. De Graeff yang berkuasa di Hindia Belanda (1926 - 1931).
Stasiun ini didesain oleh arsitek Belanda kelahiran Tulungagung, yaitu Frans Johan Louwrens Ghijsels .Bersama teman-temannya seperti Hein von Essen dan F. Stolts, mereka mendirikan biro arsitektur Algemeen Ingenieur Architectenbureau (AIA).

2. Stasiun Tanjung Priok





Stasiun Tanjung Priok merupakan salah satu stasiun tua yang berada d Jakarta, tepatnya berada di seberang Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Dengan gaya bangunan art deco, stasiun ini juga menjadi bangunan cagar budaya di Jakarta. Stasiun ini juga stasiun tipe terminus (perjalanan akhir).
Stasiun ini tidak dapat dipisahkan dari Pelabuhan Tanjung Priok yang menjadi pelabuhan kebanggaan Hindia Belanda. Stasiun Tanjung Priok menghubungkan Pelabuhan Tanjung Priok dengan Batavia sebelah selatan. Alasannya karena pada waktu itu daerah Tanjung Priok sebagian besar masih berupa hutan rawa-rawa berbahaya, sehingga perlu transportasi yang aman (kereta api). Dibangun tahun 1914 pada masa pemerintahan Gubernur Jendral A.F.W Idenburg. Pembangunannya memerlukan 1.700 tenaga kerja.
Namun, stasiun ini diprotes karena dianggap sebagai "pemborosan". Ukurannya yang besar (dengan 8 peron), hampir sama dengan stasiun Jakarta Kota. Stasiun ini terutama hanya digunakan untuk kereta rel listrik yang mulai digunakan di sekitar Batavia pada tahun 1925.
Tahun 2000, awal Januari, stasiun ini di nonaktifkan. Kondisinya yang sudah tidak terawat, juga bagian barat stasiun yang dipenuhi tunawisma. Pada November-Desember 2008, dilakukan renovasi besar-besaran terhadap bangunan stasiun, kemudian dilanjutkan sampai 2009. Pada tanggal 28 Maret 2009 , stasiun Tanjung Priok dapat kembali difungsikan dan diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono .

3. Stasiun Jatinegara



Stasiun Jatinegara (kode:JNG, +16 m) merupkan stasiun tua yang berada di daerah Jakarta Timur. Stasiun yang beralamat di Jl. Bekasi Barat, Jatinegara, pertama kali dibangun sekitar tahun 1901, merupakan karya Ir. Snuyff. Sebelumnya stasiun ini bernama Stasiun Meester Cornelis, mengacu pada nama Jatinegara pada waktu itu, Mester Cornelis.
Keberadaan stasiun ini tidak lepas dari perkembangan wilayah Jatinegara pada waktu itu. Nama Meester Cornelis sendiri berasal dari guru yang mendirikan sekolah, mengajar dan
memberikan khotbah di kawasan itu sehingga dia mendapat julukan meester, yakni Cornelis Senen. Zaman penjajahan Jepang, nama tersebut diganti menjadi Jatinegara. Ada pendapat, bahwa nama 'Jatinegara' berasal dari kata 'Negara Sejati', sebutan dari Pangeran Jayakarta.
Wilayah Jatinegara berkembang pesat sekitar abad ke-20 (tahun 1905). Bersama dengan itu, diresmikan jalur kereta api Gambir — Jatinegara, 16 Juni 1872. Setahun kemudian dilanjutkan untuk jalur Jatinegara - Bogor. Tahun 1925 kereta listrik mulai dioperasikan untuk
menghubungkan Jatinegara dengan Tanjung Priok dan Manggarai.
Bangunan stasiun yang berarsitektur gaya peralihan antara Indische Empire dengan gaya Kolonial Modern, telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Stasiun yang dilalui sekitar 350 kereta setiap harinya juga memiliki dipo lokomotif. Stasiun ini juga stasiun penting tempat bertemunya tiga jalur kereta api yaitu jalur ke Pasar Senen, jalur ke Manggarai, dan jalur ke Bekasi.

4. Stasiun Pasar Senen





Stasiun Pasar Senen (kode:PSE, +4,7 m) (sering disebut Stasiun Senen) merupakan stasiun tua yang terletak di daerah Kawasan Pasar Senen, Jakarta Pusat. Awalnya, stasiun ini hanya merupakan tempat pemberhentian sementara kereta api jalur Batavia-Bekasi, dibuka pada 1894 oleh Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappij (BOS). Seiring perkembangan waktu dengan semakin meningkatnya jumlah penumpang, maka dibangunlah Stasiun Pasar Senen sekitar tahun 1916 oleh Staats Spoorwegen (SS) dan diresmikan tanggal 19 Maret 1925. Bangunan ini merupakan karya arsitek J. Van Gendt.
Nama Senen sendiri berasal dari nama sebuah pasar yang dibangun pemerintah kolonial Belanda tahun 1733 di pinggir kota Weltevreden (sekarang disebut Gambir). Pasar diberi nama Pasar Senen karena buka pada hari senin saja. Namun karena semakin ramai pasar tersebut dibuka setiap hari (pada masa Gubernur Hindia Belanda Van der Parra). Bahkan sampai 1975, kawasan Senen menjadi pusat perekonomian di Jakarta. Pada masa Gubernur Ali Sadikin dibangunlah Proyek Perdagangan Senen (lebih dikenal Proyek Senen), kemudian juga dibangunnya Atrium Senen tahun 1990.
Saat ini Stasiun Pasar Senen melayani kereta api kelas bisnis dan kelas ekonomi
ke berbagai tujuan ke Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dikelompokkan menjadi Jalur Utara dan Jalur Selatan. Untuk melayani jalur - jalur tersebut Stasiun Senen memiliki enam jalur sepur yang dibagi menjadi tiga jalur di barat dan tiga jalur di timur dipisahkan oleh bangunan emplasemen panjang dan terbuka beratap pelana dengan struktur baja.


Sumber:
id.wikipedia.org
indonesianheritagerailway.com
image.google.co.id
Published with Blogger-droid v1.6.7