Akhir dari Tu-16 sangatlah tragis. Pengadaannya & penghapusannya lebih banyak ditentukan oleh satu perkara: Politik! Menurut Bagio, mantan anggota Skatek 042, AURI harus menghapuskan seluruh armada Tu-16 sebagai syarat mendapatkan F-86 & T-33 dari AS.
Tu-16 memang maju pada jamannya. Dilengkapi perangkat elektronik yang canggih, badannya yang kukuh, karena tidak mempan dibelah dengan kapak besar. Sambungan sayap dan mesin pun tak kuat dibelah dengan las besar. Itu karena campuran magnesiumnya lebih banyak daripada alumuniumnya.
Bukannya Tu-16 tanpa cacat. Beberapa bagian pesawat ada yang tidak cocok dengan spare pengganti bahkan spare yang diambil secara kanibal. Seperti blister (kubah kaca), harus diamplas agar sesuai dengan kedudukannya. Belum lagi masalah suku cadang. Pengadaan yang rumit karena hanya ada di Kemayoran & Ujung Pandang. Suku cadang yang dipasok memang cukup memadai, namun masalah politik yang membelitnya sangat kuat. Nasibnya yang tak jelas kemudian, membuat AURI pernah berminat untuk menjualnya ke Mesir.
Menurut Suwandi Sudjono, pilot Tu-16, menerbangkan Tu-16 dalam setahun hanya 12 kali (pasca G30S). Kanibalisasi pun dilakukan agar pesawat tetap bisa terbang. Oktober 1970 dilakukan test flight Tu-16, no. M-1625 setelah kanibalisasi habis-habisan. Memang banyak spare yang tidak cocok, namun menurut Subagyo, Komandan Wing Logistik 040, mesinnya masih ada 20 mesin, namun tanpa suku cadang lainnya. Pada hari itu pula Tu-16 M-1625 merupakan pesawat terakhir yang siap terbang!
Farewell flight (penerbangan perpisahan) dilakukan para awak Tu-16 pada Oktober 1970 menjelang HUT ABRI. Tu-16 dengan nomor M-1625 ditumpangi 10 orang, terbang dari Madiun ke Jakarta. "Sempat kesasar waktu kita cari Monas," ujar Zainal Sudarmadji. Saat kembali ke Madiun, bannya meletus karena awaknya sengaja mengerem mendadak.
Namun Tu-16 AURI memang memberi efek psikologis bagi lawan-lawan Indonesia saat itu. Sudjijantono, pilot Tu-16 angkatan Cakra I menuturkan, bahwa namanya masih terpampang sebagai pilot Tu-16 di ruang operasi Subic Bay.
Awal 1970, KSAU Marsdya Suwoto Sukendar mengatakan hanya 15-20% pesawat AURI yang dapat terbang, sedangkan AURI hanya 40%, karena tidak ada suku cadang dari Soviet. Tahun 1970, dikenang sebagai tahun pemusnahan senjata dari Blok Timur.
Sumber:
Edisi Koleksi Angkasa, Pesawat Kombatan TNI AU
(dengan sedikit perubahan kata-kata)
sumber gambar:
indoflyer.net