Sabtu, 21 Juli 2012

Tupolev Tu-16, Legenda Bomber Strategis Milik Indonesia Asal Beruang Merah (2)



Saat Trikora dikumandangkan, angkatan perang Indonesia sedang berada di puncaknya, yang menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kekuatan terbesar di belahan Bumi Selatan. AURI juga turut mendukung Operasi Trikora, dengan menyiapkan 1 Tu-16 di Morotai yang hanya memerlukan waktu 1,5 jam dari Madiun. Menurut salah satu pilot Tu-16, Kol. (Pnb) Sudjijantono, mereka selalu siaga 24 jam disana. Sesekali terbang untuk memanaskan mesin, namun belum pernah kontak senjata dengan pesawat Belanda. Diantara pilot Tu-16 punya semacam target favorit, yakni kapal induk Belanda, Karel Doorman.



Tu-16 memang menjadi momok menakutkan bagi Belanda, terutama versi Tu-16 KS-1 (Badger B) milik Skadron 42, yang mampu menggotong sepasang rudal anti-kapal KS-1 Kennel. Karena hantaman 6 Kennel mampu menenggelamkan Karel Doorman! Namun sampai akhir permasalahan Irian Barat diselesaikan di meja PBB atas inisiatif Presiden AS Kennedy, Karel Doorman tidak pernah ditemukan.



Lain lagi kisah Idrus Abas (saat itu Sersan Udara I), operator radio sekaligus tail gunner (penembak ekor) Tu-16. Mei 1962, saat perundingan RI-Belanda berlangsung di PBB, awak Tu-16 disiagakan Morotai. Mereka memonitor perundingan dengan berbekal radio transistor. Perintah yang dikeluarkan apabila perundingan gagal adalah langsung Bom Biak. "Kita tidak tahu, apakah bisa kembali atau tidak setelah mengebom," ujar Sjahroemsjah (waktu itu berpangkat Sersan Udara I). Istilahnya one way ticket operation.


Bagi awak Tu-16 yang siaga di Morotai, tidak pernah melupakan jerih payah ground crew. Yakni ketika isi bahan bakar. Untuk satu Tu-16 memerluka 70 drum bahan bakar. Kadang diangkut tidak pakai pesawat, sehingga harus diturunkan dari kapal di tengah laut, kemudian didorong ke darat. Belum berakhir sampai disitu, untuk mengisi kurang lebih 45.000 liter ke dalam tangki pesawat harus memakai cara manual, yakni disuling satu persatu hingga empat hari empat malam. Tu-16 di Morotai hanya sebulan sebelum kembali ke Madiun usai Trikora.


Soal rudal Kennel, memang belum pernah ditembakkan, namun ujicoba pernah dilakukan sekitar th. 1964-65. Kennel ditembakkan ke sebuah pulau karang yang terletak diantara Bali & Ujung Pandang. "Nama pulaunya Arakan," ujar mantan reporter TVRI, Hendro Subroto. Hendro mengikuti dari pesawat C-130 Hercules bersama KSAU Omar Dhani saat ujicoba tersebut. Hercules kemudian mendarat di Denpasar, kemudian menumpang heli Mi 6 untuk melihat perkenaan. "Tepat di tengah, plat bajanya bolong," ujar Hendro.








Di masa kampanye Dwikora-lah, awak Tu-16 membuktikan ketangguhan sang Bomber. Berkali-kali Tu-16 di-intercept (disergap) oleh pesawat Inggris. Rupanya Inggris telah menyadap pembicaraan mereka di Polonia, Medan dari Butterworth, Penang. Salah satu penerbang Tu-16 yang pernah disadap & diintercept yakni Marsekal Muda (Purn) Syah Alam Damanik. Penerbang Tu-16 yang sering mondar-mandir di Selat Malaka, pernah disergap pada tahun 1964 oleh pesawat Javelin. Saat itu ia terbang bersama kopilot Sartomo, navigator Gani & Ketut.



Gani menyarankan agar pesawat diarahkan ke Kuala Lumpur. Saat sudah dekat dengan Butterworth, Penang, seorang awak melaporkan pesawat Inggris, Javelin take-off  dari Penang. Damanik pun membelokkan pesawat. Celaka, ketika pesawat belok Javelin sudah di kanan kiri sayap. Javelin berusaha untuk mendaratkan Tu-16 untuk mendarat (forced down) di Malaysia atau Singapura. Damanik memerintahkan agar semua awak siaga, ia memerintahkan apabila ada semburan api dari Javelin (menembak), langsung balas. Perkiraan Damanik sama-sama jatuh. Anggota Wara (Wanita Angkatan Udara) yang ikut, ketakutan, wajah mereka pucat pasi.


Javelin yang berada di kiri kanan sayap pesawat membuat sayap pesawat bergetar karena kecepatannya yang melebihi batas (di atas mach 1). Namun, Damanik membuktikan kehebatan Tu-16, yakni menambah ketinggian pesawat secara mendadak sehingga membuat Javelin kebablasan. Sambil bersembunyi di atas awan, pesawat pun diarahkan ke Medan.


Lain Damanik, Lain Sudjijantono. Ia ditugaskan menerbangkan Tu-16 ke Medan lewat Selat Malaka (saat Dwikora disiagakan 2 Tu-16 di Medan). Tu-16 yang diterbangkannya terbang dari Madiun, menuju P. Cocos, P. Christmas, Kep. Andaman Nikobar, lalu ke Medan. Tu-16 berikutnya terbang melalui Selat Makassar, Mindanao, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Laut China Selatan, Selat Malakka, lalu ke Medan. Bahkan, ada juga yang nekat melewati Tanah Genting Kra. Namun misi tersebut tetap sesuai perintah BK, yakni tidak menembak sembarangan. Misi yang berbau pengintaian ini juga sempat ketahuan Javelin. Namun Javelin hanya bertindak sebagai "polisi", mengingatkan agar Tu-16 jangan keluar perbatasan.


Pertengahan 1963, AURI memerintahkan 3 Tu-16 untuk menyebarkan pamflet di wilayah musuh. Satu pesawat ke Serawak, satu pesawat ke Sandakan & Kinibalu (keduanya wil. Malaysia), yang ketiga ke Australia. Khusus yang ke Australia, Tu-16 yang dipiloti Komodor Udara Suwondo, bukan menyebarkan pamflet namun berupa perlengkapan militer seperti parasut, alat komunikasi, & makanan kaleng. Rencananya muatan tersebut akan di-drop di Alice Springs, tepat ditengah benua Australia. Hal itu untuk membuktikan bahwa AURI mampu mencapai jantung benua tersebut. "Semacam psy-war buat Australia," ujar Salatun. 


Di Alice Springs ditongkrongi over the horizon radar system. Menurut Marsma (Purn) Zainal Sudarmadji (pilot Tu-16 angkatan Ciptoning II), radar tersebut berfungsi untuk memantau seluruh wilayah Asia Pasifik. Pesawat diberangkatkan dari Madiun sekitar jam 1 malam. Pesawat kemudian terbang rendah untuk menghindari radar. Sampai berhasil menembus Australia & menjatuhkan bawaan, tidak terjadi apa-apa. F-86 Sabre serta rudal anti pesawat Bloodhund juga tidak terlihat kemunculannya. Pesawat sampai di Madiun ketika matahari sudah agak tinggi.


Misi penerbangan ke Sandakan dipercayakan oleh Sudjijantomo & Letkol Sardjono. Berangkat dari Iswahjudi pukul 12 malam, pesawat terbang hingga ketinggian 11.000 m, dan sampai di Sandakan menjelang adzan Subuh. Lampu rumah penduduk masih menyala, kemudian pesawat turun hingga 400 m. Persis di atas target, bomb bay pun dibuka, pamflet pun bertebaran. Pesawat kemudian berputar, kembali ke lokasi semula. Ternyata gelap, tidak ada satupun rumah penduduk yang menyala. Rupanya Inggris mengajari penduduk mengantisipasi serangan udara. Pesawat kemudian kembali ke Iswajudi pukul 08.30 pagi. Semua Tu-16 kembali dengan selamat.




(bersambung ke bagian 3)



Sumber:
-Edisi Koleksi Angkasa, Pesawat Kombatan TNI-AU
 (dengan sedikit perubahan kata-kata)

1 komentar:

  1. Bung, foto sampul diatas bukankah itu kapal milik Nazi? Scharnhorst.

    BalasHapus